Posted on
Mar 29th, 2016
Oleh Ustadz DR. Ali Musri Semjan Putra
Di akherat kelak, akan banyak sekali peristiwa yang
sangat menakjubkan sekaligus menakutkan. Kita, sebagai seorang Mukmin, wajib
mempercayai segala hal yang akan terjadi pada hari Kiamat, baik yang disebutkan
dalam al-Qur’aan maupun yang terdapat dalam Hadits yang shahih. Kita tidak
boleh membeda-bedakan dalam urusan beriman dengan segala peristiwa tersebut,
baik itu sesuai dengan logika ataupun tidak. Segala hal yang akan terjadi di
akherat tidak bisa kita qiyaskan dengan peristiwa di dunia ini. Karena semua
peristiwa di akherat adalah peristiwa yang penuh dengan keluarbiasaan dan
kedahsyatan. Di antara peristiwa yang akan menakjubkan sekaligus menakutkan di
alam akhirat kelak, peristiwa melewati shirâth (jembatan) yang terbentang di
atas neraka menuju ke surga. Semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan kemudahan
kepada kita untuk melewatinya kelak di akherat.
PENGERTIAN SHIRATH.
Shirâth secara etimologi bermakna jalan lurus yang
terang[1] . Adapun menurut istilah, yaitu jembatan terbentang di atas neraka
Jahannam yang akan dilewati oleh manusia ketika menuju Surga [2] .
DALIL-DALIL TENTANG KEBERADAAN
SHIRAT
Landasan keyakinan tentang adanya shirâth pada hari
Kiamat berdasarkan kepada ijma’ para ulama Ahlus Sunnah yang bersumberkan
kepada dalil-dalil yang akurat dari al-Qur`ân dan Sunnah. Berikut ini kita
sebutkan beberapa dalil yang menerangkan tentang adanya shirâth.
Di antara ulama berhujjah dengan firman Allâh Azza wa
Jalla berikut :
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا
Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan akan
mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah
ditetapkan
[Maryam/19:71]
Diriwayatkan dari kalangan para Sahabat, di antaranya;
Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu, Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu dan Ka’ab bin
Ahbâr bahwa yang dimaksud dengan mendatangi neraka dalam ayat tersebut adalah
melewati shirâth.[3]
Sementara itu, banyak sekali riwayat dari Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ini, di antaranya:
Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
berbunyi:
ثُمَّ يُؤْتَى بِالْجَسْرِ فَيُجْعَلُ بَيْنَ ظَهْرَيْ جَهَنَّمَ قُلْنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْجَسْرُ قَالَ مَدْحَضَةٌ مَزِلَّةٌ عَلَيْهِ خَطَاطِيفُ
وَكَلَالِيبُ وَحَسَكَةٌ مُفَلْطَحَةٌ لَهَا شَوْكَةٌ عُقَيْفَاءُ تَكُونُ
بِنَجْدٍ يُقَالُ لَهَا السَّعْدَانُ
Kemudian didatangkan jembatan lalu dibentangkan di
atas permukaan neraka Jahannam. Kami (para Sahabat) bertanya: “Wahai
Rasûlullâh, bagaimana (bentuk) jembatan itu?”. Jawab beliau, “Llicin (lagi)
mengelincirkan. Di atasnya terdapat besi-besi pengait dan kawat berduri yang
ujungnya bengkok, ia bagaikan pohon berduri di Najd, dikenal dengan pohon
Sa’dân …”
[Muttafaqun ‘alaih]
BENTUK DAN KONDISI SHIRATH.
Dalam hadits yang sudah disebutkan di atas terdapat
beberapa ciri atau sifat dan bentuk shirâth, yaitu: “licin (lagi) mengelincirkan,
di atasnya ada besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok, ia
bagaikan pohon berduri di Nejd, dikenal dengan pohon Sa’dân …”.
Dan disebutkan lagi dalam hadits bahwa shirâth
tersebut memiliki cangkok-cangkok besar, yang mencankok siapa yang melewatinya,
sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
وَيُضْرَبُ جِسْرُ جَهَنَّمَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُ وَدُعَاءُ الرُّسُلِ يَوْمَئِذٍ
اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ وَبِهِ كَلَالِيبُ مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ أَمَا
رَأَيْتُمْ شَوْكَ السَّعْدَانِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
فَإِنَّهَا مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ غَيْرَ أَنَّهَا لَا يَعْلَمُ قَدْرَ
عِظَمِهَا إِلَّا اللَّهُ فَتَخْطَفُ النَّاسَ بِأَعْمَالِهِمْ رواه البخاري
Dan dibentangkanlah jembatan Jahannam. Akulah orang
pertama yang melewatinya. Doa para rasul pada saat itu: “Ya Allâh,
selamatkanlah, selamatkanlah”. Pada shirâth itu, terdapat pencangkok-pencangkok
seperti duri pohon Sa’dân. Pernahkah kalian melihatnya?” Para Sahabat menjawab,
“Pernah, wahai Rasûlullâh. Maka ia seperti duri pohon Sa’dân, tiada yang
mengetahui ukuran besarnya kecuali Allâh. Maka ia mencangkok manusia sesuai
dengan amalan mereka”. [HR. al-Bukhâri]
Di samping itu, para Ulama menyebutkan pula bahwa
shirâth tersebut lebih halus daripada rambut, lebih tajam dari pada pedang, dan
lebih panas daripada bara api, licin dan mengelincirkan. Hal ini berdasarkan
pada beberapa riwayat, baik yang disandarkan langsung kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam ataupun kepada para Sahabat tetapi dihukumi marfû’. Sebab,
para Sahabat tidak mungkin mengatakannya dengan dasar ijtihad pribadi mereka
tentang suatu perkara yang ghaib, melainkan hal tersebut telah mereka dengar
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abu Sa’id Radhiyallahu anhu berkata: “Sampai kepadaku
kabar bahwa shirâth itu lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang”
[4] .
Setelah kita amati dalil-dalil tersebut di atas dapat
kita ikhtisarkan di sini sifat dan bentuk shirâth tersebut sebagaimana berikut:
- Shirâth tersebut amat licin, sehingga sangat mengkhawatirkan siapa saja yang lewat dimana ia mungkin saja terpeleset dan terperosok jatuh.
- Shirâth tersebut menggelincirkan. Para Ulama telah menerangkan maksud dari ‘menggelincirkan’ yaitu ia bergerak ke kanan dan ke kiri, sehingga membuat orang yang melewatinya takut akan tergelincir dan tersungkur jatuh.
- Shirâth tersebut memiliki besi pengait yang besar, penuh dengan duri, ujungnya bengkok. Ini menunjukkan siapa yang terkena besi pengait ini tidak akan lepas dari cengkeramannya.
- Terpeleset atau tidak, tergelincir atau tidak, dan tersambar oleh pengait besi atau tidak, semua itu ditentukan oleh amal ibadah dan keimanan masing-masing orang.
- Shirâth tersebut terbentang membujur di atas neraka Jahannam. Barang siapa terpeleset dan tergelincir atau terkena sambaran besi pengait, maka ia akan terjatuh ke dalam neraka Jahannam.
- Shirâth tersebut sangat halus, sehingga sulit untuk meletakkan kaki di atasnya.
- Shirâth tersebut juga tajam yang dapat membelah telapak kaki orang yang melewatinya. Karena sesuatu yang begitu halus, namun tidak bisa putus, maka akan menjadi tajam.
- Sekalipun shirâth tersebut halus dan tajam, manusia tetap dapat melewatinya. Karena Allâh Azza wa Jalla Maha Kuasa untuk menjadikan manusia mampu berjalan di atas apapun.
- Kesulitan untuk melihat shirâth karena kehalusannya, atau terluka karena ketajamannya, semua itu bergantung kepada kualitas keimanan setiap orang yang melewatinya.
BAGAIMANA KEADAAN MANUSIA KETIKA
MELEWATI SHIRATH?
Setelah kita melihat sikilas tentang sifat-sifat
shirâth yang tedapat dalam hadits-hadits shahih. Berikutnya kita lihat pula
bagaimana keadaan manusia ketika melewati shiraath tersebut.
- Riwayat Pertama:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ:
قَالَ رَسُوْل الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( وَتُرْسَلُ الْأَمَانَةُ
وَالرَّحِمُ فَتَقُومَانِ جَنَبَتَيْ الصِّرَاطِ يَمِينًا وَشِمَالًا فَيَمُرُّ
أَوَّلُكُمْ كَالْبَرْقِ))، قَالَ : قُلْتُ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي أَيُّ شَيْءٍ
كَمَرِّ الْبَرْقِ ؟ قَالَ: ((أَلَمْ تَرَوْا إِلَى الْبَرْقِ كَيْفَ يَمُرُّ
وَيَرْجِعُ فِي طَرْفَةِ عَيْنٍ ؟ ثُمَّ كَمَرِّ الرِّيحِ ثُمَّ كَمَرِّ الطَّيْرِ
وَشَدِّ الرِّجَالِ تَجْرِي بِهِمْ أَعْمَالُهُمْ وَنَبِيُّكُمْ قَائِمٌ عَلَى
الصِّرَاطِ يَقُولُ رَبِّ سَلِّمْ سَلِّمْ حَتَّى تَعْجِزَ أَعْمَالُ الْعِبَادِ
حَتَّى يَجِيءَ الرَّجُلُ فَلَا يَسْتَطِيعُ السَّيْرَ إِلَّا زَحْفًا قَالَ وَفِي
حَافَتَيْ الصِّرَاطِ كَلَالِيبُ مُعَلَّقَةٌ مَأْمُورَةٌ بِأَخْذِ مَنْ أُمِرَتْ
بِهِ فَمَخْدُوشٌ نَاجٍ وَمَكْدُوسٌ فِي النَّارِ )) رواه مسلم.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata:
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Lalu diutuslah amanah
dan rohim (tali persaudaraan) keduanya berdiri di samping kair-kanan shiraath
tersebut. Orang yang pertama lewat seperti kilat”. Aku bertanya: “Dengan bapak
dan ibuku (aku korbankan) demi engkau. Adakah sesuatu seperti kilat?” Rasul
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Tidakkah kalian pernah melihat kilat
bagaimana ia lewat dalam sekejap mata? Kemudian ada yang melewatinya seperti
angin, kemudian seperti burung dan seperti kuda yang berlari kencang. Mereka
berjalan sesuai dengan amalan mereka. Nabi kalian waktu itu berdiri di atas
shirâth sambil berkata: “Ya Allâh selamatkanlah! selamatkanlah! Sampai para
hamba yang lemah amalannya, sehingga datang seseorang lalu ia tidak bisa
melewati kecuali dengan merangkak”. Beliau menuturkan (lagi): “Di kedua belah
pinggir shirâth terdapat besi pengait yang bergatungan untuk menyambar siapa
saja yang diperintahkan untuk disambar. Maka ada yang terpeleset namun selamat
dan ada pula yang terjungkir ke dalam neraka”. [HR. Muslim]
- Riwayat Kedua:
الْمُؤْمِنُ عَلَيْهَا كَالطَّرْفِ وَكَالْبَرْقِ
وَكَالرِّيحِ وَكَأَجَاوِيدِ الْخَيْلِ وَالرِّكَابِ فَنَاجٍ مُسَلَّمٌ وَنَاجٍ
مَخْدُوشٌ وَمَكْدُوسٌ فِي نَارِ جَهَنَّمَ حَتَّى يَمُرَّ آخِرُهُمْ يُسْحَبُ
سَحْبًا ( متفق عليه)
Orang Mukmin (berada) di atasnya (shirâth), ada yang
secepat kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang
secepat kuda yang amat kencang berlari, dan ada yang secepat pengendara. Maka
ada yang selamat setelah tertatih-tatih dan ada pula yang dilemparkan ke dalam
neraka. Mereka yang paling terakhir merangkak secara pelan-pelan”. [Muttafaqun
‘alaih]
- Riwayat Ketiga:
فَمِنْهُمْ مَنْ يُُوْبَقُ بِعَمَلِهِ وَمِنْهُمْ
يُُخَرْدَلُ ثُمَّ يَنْجُو( متفق عليه)
Di antara mereka ada yang binasa disebabkan amalannya,
dan di antara mereka ada yang tergelincir namun kemudian ia selamat [Muttafaqun
‘alaih]
- Riwayat Keempat:
وَيُضْرَبُ الصِّرَأطُ بَيْنَ ظَهْرَي جَهَنَّمَ فَأَكُونُ
أنَا وَأُمَّتِيْ أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُ وَلاَ يَـَتكَلََّمُ يَوْمَئِذٍ إِلاَّ
الرُسُلُ وَدَعْوَى الرُّسُلِ يَوْمَئِذٍ اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ فَمِنْهُمْ
الْمُؤُمِنُ بَقِيَ بِعَمَلِهِ وَمِنْهُمْ الْمُجَازَى حَتىَّ يُنَجَّى (رواه
مسلم)
Dan dibentangkanlah shirâth di atas permukaan neraka
Jahannam. Maka aku dan umatku menjadi orang yang pertama kali melewatinya. Dan
tiada yang berbicara pada saat itu kecuali para rasul. Dan doa para rasul pada
saat itu: “Ya Allâh, selamatkanlah, selamatkanlah……di antara mereka ada yang
tertinggal dengan sebab amalannya dan di antara mereka ada yang dibalasi sampai
ia selamat”. [HR. Muslim]
Melalui riwayat-riwayat yang kita sebutkan di atas
dapat kita simpulkan di sini bagaimana kondisi manusia saat menlintasi shirâth
:
- Ketika manusia melewati shirâth, amanah dan ar-rahm (hubungan silaturrahim) menyaksikan mereka. Ini menunjukkan betapa pentingnya menunaikan amanah dan menjalin hubungan silaturrahim. Barangsiapa melalaikan keduanya, maka ia akan merasa gemetar ketika disaksikan oleh amanah dan ar-rahm saat melewati shirâth.
- Kecepatan manusia saat melewati shirâth yang begitu halus dan tajam tersebut sesuai dengan tingkat kecepatan mereka dalam menyambut dan melaksanakan perintah-perintah Allâh Azza wa Jalla di dunia ini.
- Di antara manusia ada yang melewati shirâth secepat kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat burung terbang, dan ada pula yang secepat kuda yang berlari kencang.
- Di antara manusia ada yang melewatinya dengan merangkak secara pelan-pelan, ada yang berjalan dengan menggeser pantatnya sedikit demi sedikit, ada pula yang bergelantungan hampir-hampir jatuh ke dalam neraka dan ada pula yang dilemparkan ke dalamnya.
- Besi-besi pengait baik yang bergantungan dengan shirâth maupun yang berasal dari dalam neraka akan menyambar sesuai dengan keimanan dan ibadah masing-masing manusia.
- Yang pertama sekali melewati shirâth adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya.
- Setiap rasul menyasikkan umatnya ketika melewati shirâth dan mendoakan umat mereka masing-masing agar selamat dari api neraka.
- Ketika melewati shirat setiap mukmin agar diberi cahaya sesuai dengan amalnya masing-masing. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu dalam menafsirkan firman Allâh Azza wa Jalla :
- يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ
Pada hari itu, engkau melihat orang-orang mukmin
cahaya mereka menerangi dari hadapan da kanan mereka [al-Hadîd/57:12]
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Mereka
melewati shirâth sesuai dengan tingkat amalan mereka. Di antara mereka ada
cahayanya sepert gunung, ada cahayanya yang seperti pohon, ada cahayanya
setinggi orang berdiri, yang paling sedikit cahayanya sebatas menerangi ampu
kakinya, sesekali nyala sesekali padam” [5] .
KELOMPOK YANG MENYIMPANG DALAM
MENGIMANI
Meski banyak sekali dalil yang mengharuskan umat
mengimani adanya shirâth, namun ada saja kelompok yang menyimpang dalam masalah
ini, yaitu kaum Mu’tazilah. Mereka tidak mengimani adanya shirâth yang hakiki
pada hari Kiamat, karena –menurut mereka- hal itu tidak masuk akal dan tidak
logis (?!).
Syubhat yang merasuki hati mereka dalam pengingkaran
ini, bagaimana mungkin manusia bisa melewati di atas benda yang lebih halus dari
rambut, lebih tajam dari pedang, amat licin dan selalu bergerak-gerak?
Para Ulama telah membantah dan menjawab pernyataan
aneh mereka ini dan orang-orang yang meragukan wujud shirâth, seperti Imam
al-Qurthubi rahimahullah. Setelah menyebutkan perkataan mereka, beliau berkata,
“Apa yang disebutkan oleh orang ini adalah tertolak berdasarkan hadits-hadits
yang kita sebutkan, bahwa beriman dengan hal itu adalah wajib. Sesungguhnya
(Allâh) Dzat yang mampu menahan burung di udara, tentu sanggup menahan orang Mukmin
di atas shirâth tersebut. Baik, dengan berlari maupun berjalan. Tidak boleh
dialihkan dari makna hakiki kepada makna majazi kecuali bila mustahil. Dan
tidak ada kemustahilan dalam hal itu, berdasarkan hadits-hadits dan penjelasan
para ulama yang terkemuka tentang hal itu. Barangsiapa tidak diberi cahaya
(petunjuk) oleh Allâh Azza wa Jalla , maka ia tidak akan memiliki cahaya
(petunjuk)” [6] .
PELAJARAN DAN HIKMAH DIBALIK
KEIMANAN KEPADA KEIMANAN
Qurthubi rahimahullaht berkata, “Coba renungkan
sekarang tentang apa yang akan engkau alami, berupa ketakutan yang ada pada
hatimu ketika engkau menyaksikan shirâth dan kehalusannya (bentuknya). Engkau
memandang dengan matamu kedalaman neraka Jahanam yang terletak di bawahnya.
Engkau juga mendengar gemuruh dan gejolaknya. Engkau harus melewati shirâth itu
sekalipun keadaanmu lemah, hatimu gundah, kakimu bisa tergelincir, punggungmu
merasa berat karena memikul dosa, hal itu tidak mampu engkau lakukan seandainya
engkau berjalan di atas hamparan bumi, apa lagi untuk di atas shirâth yang
begitu halus.
Bagaimana seandainya engkau meletakkan salah satu
kakimu di atasnya, lalu engkau merasakan ketajamannya! Sehingga mengharuskan
mengangkat tumitmu yang lain! Engkau menyaksikan makhluk-makhluk di hadapanmu
tergelincir kemudian berjatuhan! Mereka lalu ditarik oleh para malaikat penjaga
neraka dengan besi pengait. Engkau melihat bagaimana mereka dalam keadaan
terbalik ke dalam neraka dengan posisi kepala di bawah dan kaki di atas. Wahai
betapa mengerikannya pemandangan tersebut. Pendakian yang begitu sulit, tempat
lewat yang begitu sempit”[7] .
Imam al-Qurthubi rahimahullah menambahkan,
“Bayangkanlah wahai saudaraku!. Seandainya dirimu berada di atas shiraath, dan
engaku melihat di bawahmu neraka Jahanam yang hitam-kelam, panas dan
menyala-nyala, engkau saat itu sesekali berjalan dan sesekali merangkak”[8].
Dari pembahasan shirâth di atas terbukti kebenaran
aqidah Ahlus Sunnah dalam pembahasan masalah iman:
- Bahwa amal sholeh merupakan bagian dari iman, karena jelas sekali disebutkan dalam hadits-hadits shirâth tersebut bahwa kecepatan manusia melewatinya sesuai dengan kadar keimanan mereka masing-masing. Ini sekaligus membantah paham Murji`ah yang mengeluarkan amal sholeh sebagai bagian dari iman.
- Bahwa iman bertambah dan berkurang. Ketika seorang Mukmin berbeda-beda tingkat kekuatan iman mereka, maka berbeda-beda pula tingkat kecepatan mereka ketika melewati shirâth.
Dalam pembahasan shirâth ini terdapat pula pelajaran
bagi kita agar kita berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, sehingga termasuk
orang yang paling cepat ketika melewati shirâth di akhirat kelak. Semoga
bermanfaat. Wallâhu a’lam bish shawâb
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIV/1432H/2011. Diterbitkan Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo
Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Al-Qâmûs al-Muhîth hlm. 872
[2]. Lawâmi’ul Anwâr 2/189
[3]. Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr 5/254
[4]. Lihat Shahîh Muslim 1/117
[5]. Imam Ibnu Katsîr t berkata: “Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hâtim dan Ibnu Jarîr” (tafsir Ibnu katsir: 8/15)
[6]. At-Tadzkirah 1/381
[7]. At-Tadzkirah 1/381
[8]. At-Tadzkirah 1/381
_______
Footnote
[1]. Al-Qâmûs al-Muhîth hlm. 872
[2]. Lawâmi’ul Anwâr 2/189
[3]. Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr 5/254
[4]. Lihat Shahîh Muslim 1/117
[5]. Imam Ibnu Katsîr t berkata: “Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hâtim dan Ibnu Jarîr” (tafsir Ibnu katsir: 8/15)
[6]. At-Tadzkirah 1/381
[7]. At-Tadzkirah 1/381
[8]. At-Tadzkirah 1/381
(nahimunkar.com)
Nabi
Muhammad SAW Pingsan Mendengar Siapa Penghuni Neraka Ke 7 ((Mari Baca
Penjelasannya Dan Jangan Lupa Di Share ))
Satu saat Jibril datang pada Nabi Muhammad SAW serta bercerita satu per satu pintu gerbang neraka. Saat Rasulullah mendengar tentang pintu gerbang neraka ke-7, beliau menangis, serta bahkan juga hingga pingsan.
Saat itu Jibril datang dengan raut muka yg tidak umum, jadi Nabi SAW ajukan pertanyaan : " Kenapa saya lihat kau beralih muka? " Jawabnya : " Ya Muhammad, saya datang padamu di waktu Allah menyuruh agar dikobarkan penyalaan api neraka, jadi tak layak untuk orang yang tahu neraka Jahannam itu benar, siksa pendam itu benar, serta siksa Allah itu paling besar untuk bersuka-suka sebelumnya ia terasa aman daripadanya ".
Lantas Rasulullah SAW bersabda : " Ya Jibril, terangkan padaku karakter Jahannam. " Jawabnya : " Ya. Saat Allah jadikan Jahannam, jadi dinyalakan sepanjang 1000 th., hingga merah, lalu dilanjutkan seribu th. sampai putih, lalu seribu th. sampai hitam, jadi ia hitam gelap, tidak pernah padam nyala serta baranya. Untuk Allah, andaikata terbuka sebesar lubang jarum pasti akan membakar semuanya masyarakat lantaran panasnya.
Untuk Allah, andaikata satu pakaian pakar neraka itu digantung diantara langit serta bumi pasti bakal mati masyarakat bumi lantaran panas serta basinya. Untuk Allah, andaikata satu pergelangan dari rantai yang dimaksud dalam Al-Quran itu diletakkan diatas bukit, pasti bakal cair hingga ke bawah bumi yang ke tujuh.
Untuk Allah, andaikata seseorang di ujung barat tersiksa, pasti bakal terbakar beberapa orang yang di ujung timur lantaran begitu panasnya. Jahannam itu begitu dalam serta perhiasannya besi, serta minumannya dari air
panas campur
nanas, serta bajunya potongan-potongan api. Api neraka
itu ada 7 pintu, jarak antar pintu sejauh 70 th., serta setiap pintu panasnya 70 kali dari pintu yang lain. " Lalu Rasulullah SAW memohon Jibril untuk menerangkan satu per satu pintu gerbang neraka itu. Jibril menjawabnya :
" Pintu yang pertama untuk beberapa orang munafik, serta beberapa orang yang kafir, namanya Al-Hawiyah. Pintu ke 2 ditujukan untuk beberapa orang musyrikin bernama Jahim. Pintu ke 3 tempat untuk orang shobi'in (penyembah api) bernama Saqar.
Pintu ke 4 tempat iblis serta pengikutnya dari golongan majusi bernama Ladha. Pintu ke 5 untuk orang Yahudi bernama Huthomah. Pintu ke 6 tempat untuk golongan kafir bernama Sa'ir. "
Sesaat Jibril diam, lalu Rasulullah SAW ajukan pertanyaan : " Kenapa tak kau terangkan masyarakat pintu ke 7? "
Jibril pernah sangsi untuk menjawabnya, namun lalu memberitahui Nabi Muhammad SAW siapa masyarakat pintu ke 7 itu. Jibril menjawab : " Di dalamnya (Neraka Wail) beberapa orang yang berdosa besar dari umatmu yang hingga mati belum pernah bertaubat. "
Rasulullah SAW jatuh pingsan saat tahu siapa masyarakat pintu gerbang neraka ke-7, hingga Jibril meletakan kepala Rasulullah SAW di pangkuannya. Sesudah sadar, Nabi Muhammad SAW menangis, Jibril juga turut menangis.
Lalu Rasulullah SAW masuk kedalam tempat tinggalnya serta tak keluar terkecuali untuk sembahyang. Beliau juga tak bicara dengan siapa saja sepanjang sekian hari, serta saat sholat beliau menangis memilukan. Hati beliau begitu kuatir tahu kalau ada umatnya yang bakal masuk neraka
itu ada 7 pintu, jarak antar pintu sejauh 70 th., serta setiap pintu panasnya 70 kali dari pintu yang lain. " Lalu Rasulullah SAW memohon Jibril untuk menerangkan satu per satu pintu gerbang neraka itu. Jibril menjawabnya :
" Pintu yang pertama untuk beberapa orang munafik, serta beberapa orang yang kafir, namanya Al-Hawiyah. Pintu ke 2 ditujukan untuk beberapa orang musyrikin bernama Jahim. Pintu ke 3 tempat untuk orang shobi'in (penyembah api) bernama Saqar.
Pintu ke 4 tempat iblis serta pengikutnya dari golongan majusi bernama Ladha. Pintu ke 5 untuk orang Yahudi bernama Huthomah. Pintu ke 6 tempat untuk golongan kafir bernama Sa'ir. "
Sesaat Jibril diam, lalu Rasulullah SAW ajukan pertanyaan : " Kenapa tak kau terangkan masyarakat pintu ke 7? "
Jibril pernah sangsi untuk menjawabnya, namun lalu memberitahui Nabi Muhammad SAW siapa masyarakat pintu ke 7 itu. Jibril menjawab : " Di dalamnya (Neraka Wail) beberapa orang yang berdosa besar dari umatmu yang hingga mati belum pernah bertaubat. "
Rasulullah SAW jatuh pingsan saat tahu siapa masyarakat pintu gerbang neraka ke-7, hingga Jibril meletakan kepala Rasulullah SAW di pangkuannya. Sesudah sadar, Nabi Muhammad SAW menangis, Jibril juga turut menangis.
Lalu Rasulullah SAW masuk kedalam tempat tinggalnya serta tak keluar terkecuali untuk sembahyang. Beliau juga tak bicara dengan siapa saja sepanjang sekian hari, serta saat sholat beliau menangis memilukan. Hati beliau begitu kuatir tahu kalau ada umatnya yang bakal masuk neraka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar