PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN
INFORMATIKA
NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005
TENTANG
TATA CARA PERIZINAN DAN KETENTUAN OPERASIONAL
PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,
Menimbang
: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 17 ayat (3) dan Pasal 20 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun
2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, perlu
ditetapkan tata cara perizinan dan ketentuan operasional penggunaan spektrum
frekuensi radio dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika;
Mengingat : 1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara
Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1997, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
2.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1999, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
3.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4252);
4.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi
Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);
6.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia;
7.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005;
1
8. Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM. 49 Tahun 2002 tentang Pedoman Kegiatan Amatir Radio;
9. Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM. 77 Tahun 2003 tentang Pedoman Kegiatan Radio Antar
Penduduk Indonesia;
10. Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/P/M.Kominfo/4/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika;
11. Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor: 03/P/M.Kominfo/5/ 2005 tentang Penyesuaian
Kata Sebutan pada Beberapa Keputusan/Peraturan Menteri Perhubungan yang
Mengatur Materi Muatan Khusus di Bidang Pos dan Telekomunikasi;
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG TATA CARA PERIZINAN DAN
KETENTUAN OPERASIONAL PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Peraturan ini
yang dimaksud dengan :
1. Telekomunikasi
adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi
dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui
sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
2. Penyiaran adalah
kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana
transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum
frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat
diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat
penerima siaran.
3. Pemancar radio
adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio.
4. Analisa teknis
adalah perhitungan dari parameter-parameter teknis spektrum frekuensi radio
agar spektrum frekuensi radio yang ditetapkan sesuai dengan peruntukkannya dan
tidak saling menimbulkan interferensi yang merugikan (harmful interference).
5. Alokasi frekuensi
radio adalah pencantuman pita frekuensi tertentu dalam tabel alokasi frekuensi
untuk penggunaan oleh satu atau lebih dinas komunikasi radio teresterial atau
dinas komunikasi radio ruang angkasa atau dinas radio astronomi berdasarkan
persyaratan tertentu. Istilah alokasi ini juga berlaku untuk pembagian lebih
lanjut pita frekuensi tersebut diatas untuk setiap jenis dinasnya.
2
6. Pita frekuensi
radio adalah bagian dari spektrum frekuensi radio yang mempunyai lebar
tertentu.
7. Kanal frekuensi
radio adalah bagian dari pita frekuensi radio yang ditetapkan untuk suatu
stasiun radio.
8. Penetapan (assignment)
pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio adalah otorisasi yang diberikan
oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada suatu stasiun radio untuk
menggunakan pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio berdasarkan persyaratan
tertentu.
9. Izin Stasiun Radio
untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita frekuensi radio
yang selanjutnya disebut izin pita frekuensi radio adalah izin penggunaan dalam
bentuk pita spektrum frekuensi radio berdasarkan persyaratan tertentu.
10. Izin Stasiun
Radio untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk kanal frekuesi
radio yang selanjutnya disebut Izin Stasiun Radio (ISR) adalah izin penggunaan
dalam bentuk kanal frekuensi radio berdasarkan persyaratan tertentu.
11. Izin kelas adalah
izin stasiun radio yang melekat pada sertifikat alat/perangkat telekomunikasi
berdasarkan persyaratan tertentu.
12. Stasiun radio
adalah satu atau beberapa perangkat pemancar atau perangkat penerima atau
gabungan dari perangkat pemancar dan penerima termasuk alat perlengkapan yang
diperlukan di satu lokasi untuk menyelenggarakan komunikasi radio.
13. Biaya Hak
Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio selanjutnya disebut BHP Frekuensi Radio
adalah kewajiban yang harus dibayar oleh setiap pengguna frekuensi radio;
14. Menteri adalah
Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
telekomunikasi.
15. Direktur Jenderal
adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi.
16. Direktorat
Jenderal adalah Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi.
BAB II
PENGGUNAAN
SPEKTRUM FREKUENSI RADIO
Bagian
Pertama
Umum
Pasal
2
(1) Penggunaan
spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling
mengganggu.
(2) Penggunaan
spektrum frekuensi radio wajib berdasarkan tabel alokasi spektrum frekuensi
radio nasional.
3
Bagian
Kedua
Jenis
Izin
Pasal
3
(1) Izin penggunaan
spektrum frekuensi radio, meliputi :
a. Izin Pita Frekuensi Radio;
b. ISR; dan
c. Izin kelas.
(2) Izin Pita
Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterbitkan oleh
Menteri.
(3) ISR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan oleh Direktur Jenderal
(4) Izin Kelas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c melekat pada sertifikat alat dan
perangkat telekomunikasi yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal
4
(1) Izin Pita
Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a diberikan
untuk mengoperasikan setiap perangkat komunikasi radio dengan ketentuan:
a. dalam suatu bagian
dari pita frekuensi tertentu pada setiap lokasi di dalam suatu wilayah
tertentu; dan
b. sesuai batasan
teknis yang ada dalam izin pita frekuensi radio .
(2) Pemegang Izin
Pita Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam menggunakan
perangkatnya wajib :
a. mendaftarkan
kepada Direktur Jenderal; dan
b. memenuhi
karakteristik emisi, kinerja perangkat yang digunakan, perencanaan penggunaan
pita frekuensi radio dan wilayah.
Pasal
5
(1) ISR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b diberikan untuk mengoperasikan
perangkat pemancar, atau penerima dioperasikan pada kanal frekuensi radio
tertentu dengan beberapa parameter teknis.
(2) Parameter teknis
yang dimaksud pada ayat (1) antara lain lebar pita, daya pancar dan kelas
emisi.
4
Pasal
6
(1) Penggunaan Izin kelas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, meliputi antara lain:
a. untuk keperluan
industri, ilmu pengetahuan dan kesehatan (Industrial, Scientific and
Medical/ISM Band);
b. penggunaan pita
frekuensi radio 2400 – 2483.5 MHz;
c. penggunaan
frekuensi radio untuk alat dan perangkat telekomunikasi dengan daya pancar
dibawah 10 mW.
(2) Keperluan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak boleh digunakan untuk keperluan
telekomunikasi;
(3) Izin kelas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, diberikan dengan ketentuan
:
a. spektrum frekuensi
radio tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan secara bersama;
b. tidak boleh
menimbulkan gangguan yang merugikan; dan
c. tidak mendapatkan
proteksi.
(4) Penggunaan pita
frekuensi radio selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Direktur Jenderal.
Bagian
Ketiga
Koordinasi
Internasional dan
Pencatatan
Frekuensi Radio Ke ITU
Pasal
7
(1) Dalam hal stasiun
radio perlu dicatat pada International Telecommunication Union (ITU) ,
Direktur Jenderal melakukan pendaftaran, koordinasi dan notifikasi frekuensi
radio kepada Radiocommunication Bureau International Telecommunication Union
(ITU).
(2) Pencatatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan
internasional.
(3) Dalam hal stasiun
radio terletak di wilayah perbatasan atau pancarannya dapat menjangkau negara
lain dan berpotensi menimbulkan saling interferensi yang merugikan, dilakukan
koordinasi lebih dahulu dengan Administrasi Telekomunikasi Negara lain.
(4) Koordinasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.
5
Bagian
Keempat
Penggunaan
Sementara
Spektrum
Frekuensi Radio
Pasal
8
(1) Spektrum
frekuensi radio dapat digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi
yang bersifat sementara.
(2) Kegiatan
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi kegiatan :
a. kenegaraan;
b. penelitian; atau
c. peliputan
peristiwa tertentu.
(3) Kegiatan
penyelenggaraan telekomunikasi yang bersifat sementara selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), ditetapkan Direktur Jenderal.
Bagian
Kelima
Jangka
Waktu
Pasal
9
(1) Jangka waktu Izin
Pita Frekuensi Radio maksimum 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 1
(satu) kali selama 10 (sepuluh) tahun.
(2) Jangka waktu ISR
maksimum 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 5 (lima)
tahun.
(3) Perpanjangan jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) :
a. berdasarkan hasil
evaluasi;
b. diajukan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum jangka waktu ISR berakhir.
Pasal
10
(1) Dalam hal jangka
waktu telah habis masa perpanjangannya, pemegang ISR dan Izin Pita Frekuensi
Radio harus mengajukan permohonan baru.
(2) Dalam hal pemegang
Izin Pita Frekuensi Radio dan ISR tidak mengajukan permohonan baru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), izin dinyatakan tidak berlaku lagi
Pasal
11
Jangka waktu
penggunaan spektrum frekuensi radio bersifat sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 diberikan paling lama 1 (satu) tahun.
6
BAB
III
TATA
CARA PERIZINAN
Bagian
Pertama
Permohonan
Izin
Pasal
12
(1) Pemohon izin pita
frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dilakukan
melalui proses seleksi.
(2) Proses seleksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
a. Bersamaan dengan
seleksi penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi;
b. Setelah terbitnya
penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi.
(3) Tata cara dan
persyaratan proses seleksi ditetapkan oleh Menteri.
Pasal
13
Permohonan ISR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b diajukan kepada Direktur
Jenderal.
Pasal
14
(1) ISR untuk
penyelenggaraan penyiaran merupakan satu kesatuan dengan izin penyelenggaraan
penyiaran.
(2) Tata cara dan
persyaratan perizinan untuk mendapatkan ISR bagi lembaga penyiaran diatur
dengan Peraturan tersendiri.
Pasal
15
(1) Proses pengolahan
dan penerbitan izin serta dokumentasi data dilakukan secara komputerisasi dan
terpusat.
(2) Tata cara
perizinan dan ketentuan operasional penggunaan spektrum frekuensi radio untuk
keperluan pertahanan dan keamanan negara ditetapkan dengan peraturan Menteri
tersendiri.
Bagian
Kedua
Pencabutan
Izin
Pasal
16
Izin Pita Frekuensi
Radio atau ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b
dapat dicabut apabila :
a. atas permintaan sendiri;
b. melanggar
ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio;
c. mengalihkan Izin
Pita Frekuensi Radio, tanpa persetujuan Menteri;
d. mengalihkan ISR,
tanpa persetujuan Direktur Jenderal;
7
e.
melanggar ketentuan dalam izin penyelenggaraan telekomunikasi;
f. tidak melakukan
pembayaran BHP Frekuensi Radio tahunan sesuai waktu yang telah ditentukan; atau
g. tidak melaksanakan
kegiatan operasional pemancaran selama 1 (satu) tahun sejak ISR diterbitkan.
Pasal
17
(1) Pemegang Izin
Pita Frekuensi Radio dapat mengajukan permohonan penghentian penggunaan
frekuensi radio kepada Menteri dengan melampirkan salinan Izin Pita Frekuensi
Radio.
(2) Pemegang ISR
dapat mengajukan permohonan penghentian penggunaan frekuensi radio kepada
Direktur Jenderal dengan melampirkan salinan ISR.
Pasal
18
Persyaratan, standar
operasional prosedur pelayanan perizinan stasiun frekuensi radio untuk
memperoleh ISR ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian
Ketiga
Realokasi
Spektrum Frekuensi Radio
Pasal
19
(1) Realokasi
penggunaan spektrum frekuensi radio dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal
dalam hal :
a. terjadi perubahan
alokasi spektrum frekuensi radio internasional;
b. penyesuaian
peruntukannya;
c. untuk kepentingan
efisiensi; atau
d. pencegahan
gangguan yang merugikan (harmful interferensi) frekuensi radio;
(2) Dalam hal
realokasi spektrum frekuensi radio masih terdapat stasiun radio yang memiliki
ISR, diberlakukan ketentuan sebagai berikut:
a. pemilik ISR tetap
dapat mengoperasikan stasiun radionya sampai dengan jangka waktu ISR berakhir;
b. jangka waktu ISR
sebagaimana dimaksud huruf a, tidak dapat diperpanjang;
c. pemilik Izin Pita
Frekuensi Radio yang wilayah izinnya meliputi lokasi ISR pada butir a di atas,
dapat mendirikan stasiun pemancar di lokasi lain yang berdekatan dengan stasiun
radio dimaksud sepanjang tidak menimbulkan gangguan yang merugikan kepada
stasiun radio tersebut.
(3) Dalam hal
realokasi spektrum frekuensi radio dilakukan sebelum ISR berakhir, pengguna
spektrum frekuensi radio baru wajib mengganti segala biaya yang timbul akibat
realokasi spektrum frekuensi radio kepada pengguna spektrum frekuensi radio
lama.
8
BAB
IV
BIAYA
HAK PENGGUNAAN (BHP)
FREKUENSI
RADIO
Pasal
20
Setiap pengguna
spektrum frekuensi radio wajib membayar BHP Spektrum Frekuensi Radio yang
disetor ke kas negara sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal
21
BHP Spektrum
Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, meliputi :
a. BHP untuk izin
Pita Frekuensi Radio; dan
b. BHP untuk izin
ISR.
Pasal
22
(1) BHP untuk izin
pita Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada pasal 20 ayat (1) huruf
a terdiri dari:
a. biaya izin awal (up
front fee); dan atau
b. Kewajiban membayar
BHP Spektrum Frekuensi Radio pada tahun berikutnya.
(2) Besaran BHP Spektrum
Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan berdasarkan
hasil seleksi.
Pasal
23
(1) Pemegang ISR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b wajib membayar BHP
Frekuensi Radio setiap tahun.
(2) Pembayaran BHP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di muka.
Pasal
24
Pembayaran BHP
Spektrum Frekuensi Radio untuk kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi yang
bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dengan
ketentuan:
a. penggunaan
spektrum frekuensi radio untuk jangka waktu sampai dengan 1 (satu) bulan
dikenakan tarif 1/3 (satu per tiga) dari BHP Frekuensi Radio 1 (satu) tahun;
b. penggunaan
spektrum frekuensi radio untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) bulan sampai
dengan 3 (tiga) bulan dikenakan tarif 1/2 (satu per dua) dari BHP Frekuensi
Radio 1 (satu) tahun; dan
c. penggunaan
spektrum frekuensi radio untuk jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan dikenakan
tarif BHP Frekuensi Radio 1 (satu) tahun.
9
Pasal
25
(1) Kewajiban
pembayaran BHP Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dikecualikan
bagi pengguna frekuensi untuk keperluan penelitian non komersial, instansi
Pemerintah/lembaga pendidikan dalam negeri, kegiatan kunjungan kenegaraan,
bencana alam, bantuan kemanusiaan, atau keselamatan jiwa manusia dan harta
benda.
(2) Pengecualian
kewajiban pembayaran BHP Frekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan
penggunaaan frekuensi radio digunakan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan.
Pasal
26
(1) Kewajiban
pembayaran BHP Frekuensi Radio tahunan didasarkan pada SPP BHP Frekuensi Radio.
(2) SPP BHP Frekuensi
Radio tahunan diterbitkan 60 (enam puluh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran
BHP Frekuensi Radio tahunan berakhir.
(3) Dalam hal
pemegang ISR atau Izin Pita Frekuensi Radio belum mendapatkan SPP BHP
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemegang ISR atau Izin Pita Frekuensi Radio
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran BHP Frekuensi
Radio tahunan berakhir wajib meminta SPP dan atau membayar BHP Frekuensi Radio
sesuai ketentuan yang berlaku.
(4) Dalam hal
pemegang ISR dan Izin Pita Frekuensi Radio tidak melakukan pembayaran BHP
Frekuensi Radio, maka ISR dan Izin Pita Frekuensi radio dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku
(5) Besaran BHP
Frekuensi Radio diatur dalam peraturan Menteri tersendiri.
BAB V
KETENTUAN
OPERASIONAL
Pasal
27
(1) Setiap pemancaran
frekuensi radio harus dapat dikenali baik dengan sinyal identifikasi atau cara
lain yang ditentukan Radio Regulation.
(2) Setiap pemancaran
dengan identifikasi palsu atau menyesatkan, dilarang.
(3) Setiap pemancaran
dalam dinas dan stasiun, wajib membawa sinyal identifikasi bagi:
a. dinas amatir;
b. dinas penyiaran;
c. dinas tetap di
bawah 28.000 kHz;
d. dinas bergerak;
e. dinas frekuensi
dan tanda pewaktu standar;
f. stasiun radio
rambu (radio beacon); atau
10
g. EPIRB (emergency
position-indicating radiobeacons) satelit beroperasi di pita 406-406.1 MHz
atau 1 645.5-1 646.5 MHz atau EPIRBs menggunakan teknik panggilan selektif
digital.
(4) Ketentuan ayat
(3) tidak berlaku bagi :
a. Stasiun kapal
penyelamat ketika memancarkan sinyal marabahaya secara otomatis;
b. EPIRB (emergency
position-indicating radiobeacons) selain pada ayat (3) butir g.
(5) Sinyal
identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dipancarkan secara
periodik.
Pasal
28
Setiap stasiun
pemancar harus dapat dikenali dengan tanda pengenal, antara lain meliputi:
a. nama perusahaan
pemegang izin stasiun radio;
b. nomor ISR atau
izin pita Frekuensi Radio; atau
c. nomor klien.
BAB VI
PENGAWASAN
DAN PENGENDALIAN
Pasal
29
(1) Direktur Jenderal
melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri
ini.
(2) Dalam hal terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan penggunaan frekuensi, secara teknis Direktur
Jenderal dapat menghentikan penggunaan frekuensi radio.
BAB
VII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
30
(1) Pengguna spektrum
frekuensi radio yang telah memiliki ISR, tetap dapat melakukan kegiatannya
dengan ketentuan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak
berlakunya Peraturan ini, wajib menyesuaikan dengan Peraturan ini;
(2) Pemegang ISR
eksisting yang memiliki alokasi pita frekuensi tertentu yang sesuai dengan
penggunaan frekuensi radio wajib menyesuaikan ISR menjadi izin pita frekuensi
radio yang pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap selambat-lambatnya
dalam waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini
11
(3) Penghitungan awal
masa laku ISR sebelum diterbitkan Peraturan ini ditentukan sebagai berikut :
a. Untuk ISR yang
diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor: 53 Tahun 2000
tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit terhitung sejak
tanggal ditetapkan Peraturan Pemerintah dimaksud.
b. Untuk ISR yang
diterbitkan setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor: 53 Tahun 2000
tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, terhitung sejak
tanggal yang tertera pada setiap ISR.
BAB
VIII
PENUTUP
Pasal
31
Peraturan Menteri ini
mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : J A K A R T A
pada tanggal : 2005
MENTERI
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
SOFYAN
A. DJALIL
SALINAN Peraturan ini
disampaikan kepada :
1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;
2. Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian;
3. Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum dan Keamanan;
4. Menteri Keuangan;
5. Menteri Pertahanan;
6. Menteri Perindustrian;
7. Menteri Perdagangan;
8. Menteri Luar Negeri;
9. Menteri Perhubungan;
10. Menteri Dalam Negeri;
11. Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia;
12. Pengalima TNI;
13. KAPOLRI;
14. Jaksa Agung Republik Indonesia;
15. Sekretaris Negara;
16. Para Gubernur Kepala Daerah
Provinsi seluruh Indonesia;
17. Sekjen, Irjen,
Para Dirjen dan Para Kepala Badan di lingkungan Departemen Komunikasi dan
Informatika;
18. Para Kepala Biro
dan Para Kepala Pusat di lingkungan Setjen Departemen Komunikasi dan
Informatika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar