Senin, 14 November 2016




 PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005
TENTANG
TATA CARA PERIZINAN DAN KETENTUAN OPERASIONAL
PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

Menimbang     : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (3) dan Pasal 20 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, perlu ditetapkan tata cara perizinan dan ketentuan operasional penggunaan spektrum frekuensi radio dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika;

Mengingat       : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1997, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);  

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4252);
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3981);
6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005;

1

8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 49 Tahun 2002 tentang Pedoman Kegiatan Amatir Radio;
9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 77 Tahun 2003 tentang Pedoman Kegiatan Radio Antar Penduduk Indonesia;
10. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 01/P/M.Kominfo/4/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Komunikasi dan Informatika;
11. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 03/P/M.Kominfo/5/ 2005 tentang Penyesuaian Kata Sebutan pada Beberapa Keputusan/Peraturan Menteri Perhubungan yang Mengatur Materi Muatan Khusus di Bidang Pos dan Telekomunikasi;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA TENTANG TATA CARA PERIZINAN DAN KETENTUAN OPERASIONAL PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
2. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
3. Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio.
4. Analisa teknis adalah perhitungan dari parameter-parameter teknis spektrum frekuensi radio agar spektrum frekuensi radio yang ditetapkan sesuai dengan peruntukkannya dan tidak saling menimbulkan interferensi yang merugikan (harmful interference).
5. Alokasi frekuensi radio adalah pencantuman pita frekuensi tertentu dalam tabel alokasi frekuensi untuk penggunaan oleh satu atau lebih dinas komunikasi radio teresterial atau dinas komunikasi radio ruang angkasa atau dinas radio astronomi berdasarkan persyaratan tertentu. Istilah alokasi ini juga berlaku untuk pembagian lebih lanjut pita frekuensi tersebut diatas untuk setiap jenis dinasnya.

2

6. Pita frekuensi radio adalah bagian dari spektrum frekuensi radio yang mempunyai lebar tertentu.

7. Kanal frekuensi radio adalah bagian dari pita frekuensi radio yang ditetapkan untuk suatu stasiun radio.
8. Penetapan (assignment) pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio adalah otorisasi yang diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada suatu stasiun radio untuk menggunakan pita frekuensi radio atau kanal frekuensi radio berdasarkan persyaratan tertentu.
9. Izin Stasiun Radio untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk pita frekuensi radio yang selanjutnya disebut izin pita frekuensi radio adalah izin penggunaan dalam bentuk pita spektrum frekuensi radio berdasarkan persyaratan tertentu.
10. Izin Stasiun Radio untuk penggunaan spektrum frekuensi radio dalam bentuk kanal frekuesi radio yang selanjutnya disebut Izin Stasiun Radio (ISR) adalah izin penggunaan dalam bentuk kanal frekuensi radio berdasarkan persyaratan tertentu.
11. Izin kelas adalah izin stasiun radio yang melekat pada sertifikat alat/perangkat telekomunikasi berdasarkan persyaratan tertentu.
12. Stasiun radio adalah satu atau beberapa perangkat pemancar atau perangkat penerima atau gabungan dari perangkat pemancar dan penerima termasuk alat perlengkapan yang diperlukan di satu lokasi untuk menyelenggarakan komunikasi radio.
13. Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio selanjutnya disebut BHP Frekuensi Radio adalah kewajiban yang harus dibayar oleh setiap pengguna frekuensi radio;
14. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.
15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi.
16. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi.

BAB II
PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO
Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
(1) Penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu.
(2) Penggunaan spektrum frekuensi radio wajib berdasarkan tabel alokasi spektrum frekuensi radio nasional.
3
Bagian Kedua
Jenis Izin
Pasal 3
(1) Izin penggunaan spektrum frekuensi radio, meliputi :
a. Izin Pita Frekuensi Radio;
b. ISR; dan
c. Izin kelas.

(2) Izin Pita Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterbitkan oleh Menteri.
(3) ISR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan oleh Direktur Jenderal
(4) Izin Kelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c melekat pada sertifikat alat dan perangkat telekomunikasi yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 4
(1) Izin Pita Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a diberikan untuk mengoperasikan setiap perangkat komunikasi radio dengan ketentuan:
a. dalam suatu bagian dari pita frekuensi tertentu pada setiap lokasi di dalam suatu wilayah tertentu; dan
b. sesuai batasan teknis yang ada dalam izin pita frekuensi radio .

(2) Pemegang Izin Pita Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam menggunakan perangkatnya wajib :
a. mendaftarkan kepada Direktur Jenderal; dan
b. memenuhi karakteristik emisi, kinerja perangkat yang digunakan, perencanaan penggunaan pita frekuensi radio dan wilayah.

Pasal 5
(1) ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b diberikan untuk mengoperasikan perangkat pemancar, atau penerima dioperasikan pada kanal frekuensi radio tertentu dengan beberapa parameter teknis.
(2) Parameter teknis yang dimaksud pada ayat (1) antara lain lebar pita, daya pancar dan kelas emisi.

4
Pasal 6
(1) Penggunaan Izin kelas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, meliputi antara lain:
a. untuk keperluan industri, ilmu pengetahuan dan kesehatan (Industrial, Scientific and Medical/ISM Band);
b. penggunaan pita frekuensi radio 2400 – 2483.5 MHz;
c. penggunaan frekuensi radio untuk alat dan perangkat telekomunikasi dengan daya pancar dibawah 10 mW.

(2) Keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak boleh digunakan untuk keperluan telekomunikasi;
(3) Izin kelas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, diberikan dengan ketentuan :
a. spektrum frekuensi radio tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan secara bersama;
b. tidak boleh menimbulkan gangguan yang merugikan; dan
c. tidak mendapatkan proteksi.

(4) Penggunaan pita frekuensi radio selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Bagian Ketiga
Koordinasi Internasional dan
Pencatatan Frekuensi Radio Ke ITU
Pasal 7
(1) Dalam hal stasiun radio perlu dicatat pada International Telecommunication Union (ITU) , Direktur Jenderal melakukan pendaftaran, koordinasi dan notifikasi frekuensi radio kepada Radiocommunication Bureau International Telecommunication Union (ITU).
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan internasional.
(3) Dalam hal stasiun radio terletak di wilayah perbatasan atau pancarannya dapat menjangkau negara lain dan berpotensi menimbulkan saling interferensi yang merugikan, dilakukan koordinasi lebih dahulu dengan Administrasi Telekomunikasi Negara lain.
(4) Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal.

5
Bagian Keempat
Penggunaan Sementara
Spektrum Frekuensi Radio
Pasal 8
(1) Spektrum frekuensi radio dapat digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi yang bersifat sementara.
(2) Kegiatan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi kegiatan :
a. kenegaraan;
b. penelitian; atau
c. peliputan peristiwa tertentu.

(3) Kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi yang bersifat sementara selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan Direktur Jenderal.

Bagian Kelima
Jangka Waktu
Pasal 9
(1) Jangka waktu Izin Pita Frekuensi Radio maksimum 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 10 (sepuluh) tahun.
(2) Jangka waktu ISR maksimum 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 5 (lima) tahun.
(3) Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) :
a. berdasarkan hasil evaluasi;
b. diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum jangka waktu ISR berakhir.

Pasal 10
(1) Dalam hal jangka waktu telah habis masa perpanjangannya, pemegang ISR dan Izin Pita Frekuensi Radio harus mengajukan permohonan baru.
(2) Dalam hal pemegang Izin Pita Frekuensi Radio dan ISR tidak mengajukan permohonan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), izin dinyatakan tidak berlaku lagi

Pasal 11
Jangka waktu penggunaan spektrum frekuensi radio bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan paling lama 1 (satu) tahun.
6
BAB III
TATA CARA PERIZINAN
Bagian Pertama
Permohonan Izin
Pasal 12
(1) Pemohon izin pita frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dilakukan melalui proses seleksi.
(2) Proses seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
a. Bersamaan dengan seleksi penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi;
b. Setelah terbitnya penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi.
(3) Tata cara dan persyaratan proses seleksi ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 13
Permohonan ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b diajukan kepada Direktur Jenderal.
Pasal 14
(1) ISR untuk penyelenggaraan penyiaran merupakan satu kesatuan dengan izin penyelenggaraan penyiaran.
(2) Tata cara dan persyaratan perizinan untuk mendapatkan ISR bagi lembaga penyiaran diatur dengan Peraturan tersendiri.

Pasal 15
(1) Proses pengolahan dan penerbitan izin serta dokumentasi data dilakukan secara komputerisasi dan terpusat.
(2) Tata cara perizinan dan ketentuan operasional penggunaan spektrum frekuensi radio untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara ditetapkan dengan peraturan Menteri tersendiri.

Bagian Kedua
Pencabutan Izin
Pasal 16
Izin Pita Frekuensi Radio atau ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dicabut apabila :
a. atas permintaan sendiri;
b. melanggar ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio;
c. mengalihkan Izin Pita Frekuensi Radio, tanpa persetujuan Menteri;

d. mengalihkan ISR, tanpa persetujuan Direktur Jenderal;
7
e. melanggar ketentuan dalam izin penyelenggaraan telekomunikasi;
f. tidak melakukan pembayaran BHP Frekuensi Radio tahunan sesuai waktu yang telah ditentukan; atau
g. tidak melaksanakan kegiatan operasional pemancaran selama 1 (satu) tahun sejak ISR diterbitkan.
Pasal 17
(1) Pemegang Izin Pita Frekuensi Radio dapat mengajukan permohonan penghentian penggunaan frekuensi radio kepada Menteri dengan melampirkan salinan Izin Pita Frekuensi Radio.

(2) Pemegang ISR dapat mengajukan permohonan penghentian penggunaan frekuensi radio kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan salinan ISR.
Pasal 18
Persyaratan, standar operasional prosedur pelayanan perizinan stasiun frekuensi radio untuk memperoleh ISR ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Bagian Ketiga
Realokasi Spektrum Frekuensi Radio
Pasal 19
(1) Realokasi penggunaan spektrum frekuensi radio dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal dalam hal :
a. terjadi perubahan alokasi spektrum frekuensi radio internasional;
b. penyesuaian peruntukannya;
c. untuk kepentingan efisiensi; atau
d. pencegahan gangguan yang merugikan (harmful interferensi) frekuensi radio;

(2) Dalam hal realokasi spektrum frekuensi radio masih terdapat stasiun radio yang memiliki ISR, diberlakukan ketentuan sebagai berikut:
a. pemilik ISR tetap dapat mengoperasikan stasiun radionya sampai dengan jangka waktu ISR berakhir;
b. jangka waktu ISR sebagaimana dimaksud huruf a, tidak dapat diperpanjang;
c. pemilik Izin Pita Frekuensi Radio yang wilayah izinnya meliputi lokasi ISR pada butir a di atas, dapat mendirikan stasiun pemancar di lokasi lain yang berdekatan dengan stasiun radio dimaksud sepanjang tidak menimbulkan gangguan yang merugikan kepada stasiun radio tersebut.

(3) Dalam hal realokasi spektrum frekuensi radio dilakukan sebelum ISR berakhir, pengguna spektrum frekuensi radio baru wajib mengganti segala biaya yang timbul akibat realokasi spektrum frekuensi radio kepada pengguna spektrum frekuensi radio lama.
8
BAB IV
BIAYA HAK PENGGUNAAN (BHP)
FREKUENSI RADIO
Pasal 20
Setiap pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar BHP Spektrum Frekuensi Radio yang disetor ke kas negara sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 21
BHP Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, meliputi :
a. BHP untuk izin Pita Frekuensi Radio; dan
b. BHP untuk izin ISR.
Pasal 22
(1) BHP untuk izin pita Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada pasal 20 ayat (1) huruf a terdiri dari:

a. biaya izin awal (up front fee); dan atau
b. Kewajiban membayar BHP Spektrum Frekuensi Radio pada tahun berikutnya.

(2) Besaran BHP Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan berdasarkan hasil seleksi.

Pasal 23
(1) Pemegang ISR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b wajib membayar BHP Frekuensi Radio setiap tahun.
(2) Pembayaran BHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di muka.

Pasal 24
Pembayaran BHP Spektrum Frekuensi Radio untuk kegiatan penyelenggaraan telekomunikasi yang bersifat sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dengan ketentuan:
a. penggunaan spektrum frekuensi radio untuk jangka waktu sampai dengan 1 (satu) bulan dikenakan tarif 1/3 (satu per tiga) dari BHP Frekuensi Radio 1 (satu) tahun;
b. penggunaan spektrum frekuensi radio untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) bulan sampai dengan 3 (tiga) bulan dikenakan tarif 1/2 (satu per dua) dari BHP Frekuensi Radio 1 (satu) tahun; dan
c. penggunaan spektrum frekuensi radio untuk jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan dikenakan tarif BHP Frekuensi Radio 1 (satu) tahun.

9
Pasal 25
(1) Kewajiban pembayaran BHP Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dikecualikan bagi pengguna frekuensi untuk keperluan penelitian non komersial, instansi Pemerintah/lembaga pendidikan dalam negeri, kegiatan kunjungan kenegaraan, bencana alam, bantuan kemanusiaan, atau keselamatan jiwa manusia dan harta benda.
(2) Pengecualian kewajiban pembayaran BHP Frekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan penggunaaan frekuensi radio digunakan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan.
Pasal 26
(1) Kewajiban pembayaran BHP Frekuensi Radio tahunan didasarkan pada SPP BHP Frekuensi Radio.
(2) SPP BHP Frekuensi Radio tahunan diterbitkan 60 (enam puluh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran BHP Frekuensi Radio tahunan berakhir.
(3) Dalam hal pemegang ISR atau Izin Pita Frekuensi Radio belum mendapatkan SPP BHP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemegang ISR atau Izin Pita Frekuensi Radio selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran BHP Frekuensi Radio tahunan berakhir wajib meminta SPP dan atau membayar BHP Frekuensi Radio sesuai ketentuan yang berlaku.
(4) Dalam hal pemegang ISR dan Izin Pita Frekuensi Radio tidak melakukan pembayaran BHP Frekuensi Radio, maka ISR dan Izin Pita Frekuensi radio dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
(5) Besaran BHP Frekuensi Radio diatur dalam peraturan Menteri tersendiri.

BAB V
KETENTUAN OPERASIONAL
Pasal 27
(1) Setiap pemancaran frekuensi radio harus dapat dikenali baik dengan sinyal identifikasi atau cara lain yang ditentukan Radio Regulation.
(2) Setiap pemancaran dengan identifikasi palsu atau menyesatkan, dilarang.
(3) Setiap pemancaran dalam dinas dan stasiun, wajib membawa sinyal identifikasi bagi:
a. dinas amatir;
b. dinas penyiaran;
c. dinas tetap di bawah 28.000 kHz;
d. dinas bergerak;
e. dinas frekuensi dan tanda pewaktu standar;
f. stasiun radio rambu (radio beacon); atau

10

g. EPIRB (emergency position-indicating radiobeacons) satelit beroperasi di pita 406-406.1 MHz atau 1 645.5-1 646.5 MHz atau EPIRBs menggunakan teknik panggilan selektif digital.
(4) Ketentuan ayat (3) tidak berlaku bagi :
a. Stasiun kapal penyelamat ketika memancarkan sinyal marabahaya secara otomatis;
b. EPIRB (emergency position-indicating radiobeacons) selain pada ayat (3) butir g.
(5) Sinyal identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dipancarkan secara periodik.

Pasal 28
Setiap stasiun pemancar harus dapat dikenali dengan tanda pengenal, antara lain meliputi:
a. nama perusahaan pemegang izin stasiun radio;
b. nomor ISR atau izin pita Frekuensi Radio; atau
c. nomor klien.

BAB VI
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 29
(1) Direktur Jenderal melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini.
(2) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan penggunaan frekuensi, secara teknis Direktur Jenderal dapat menghentikan penggunaan frekuensi radio.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
(1) Pengguna spektrum frekuensi radio yang telah memiliki ISR, tetap dapat melakukan kegiatannya dengan ketentuan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan ini, wajib menyesuaikan dengan Peraturan ini;
(2) Pemegang ISR eksisting yang memiliki alokasi pita frekuensi tertentu yang sesuai dengan penggunaan frekuensi radio wajib menyesuaikan ISR menjadi izin pita frekuensi radio yang pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Menteri ini

11

(3) Penghitungan awal masa laku ISR sebelum diterbitkan Peraturan ini ditentukan sebagai berikut :
a. Untuk ISR yang diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor: 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit terhitung sejak tanggal ditetapkan Peraturan Pemerintah dimaksud.
b. Untuk ISR yang diterbitkan setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor: 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, terhitung sejak tanggal yang tertera pada setiap ISR.

BAB VIII
PENUTUP
Pasal 31
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : J A K A R T A
pada tanggal : 2005
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
SOFYAN A. DJALIL
SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada :
1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;
2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
3. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan;
4. Menteri Keuangan;
5. Menteri Pertahanan;
6. Menteri Perindustrian;
7. Menteri Perdagangan;
8. Menteri Luar Negeri;
9. Menteri Perhubungan;
10. Menteri Dalam Negeri;
11. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
12. Pengalima TNI;
13. KAPOLRI;
14. Jaksa Agung Republik Indonesia;
15. Sekretaris Negara;
16. Para Gubernur Kepala Daerah Provinsi seluruh Indonesia;
17. Sekjen, Irjen, Para Dirjen dan Para Kepala Badan di lingkungan Departemen Komunikasi dan Informatika;
18. Para Kepala Biro dan Para Kepala Pusat di lingkungan Setjen Departemen Komunikasi dan Informatika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar