Minggu, 30 Oktober 2016

Filsafat hukum

Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum.
Dan pengertian tersebut juga dapat ditinjau dari segi :
1.      Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab ‘falsafah’,yang berasal dari bahasa Yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ cinta, suka (loving), dan ‘sophia’ pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi’philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepadakebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut ‘philosopher’, dalam bahasa Arabnya ‘failasuf”. Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuanhidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
2.      Segi praktis : dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Supaya hukum yang dibangun dan dibentuk memiliki landasan yang kokoh untuk jangka panjang dan tidak akan dipertentangkan dengan pemahaman filsafat barat dan timur, pengetahuan tentang filsafat hukum barat yang masih mendominasi pengetahuan filsafat hukum Indonesia seharusnya diselaraskan dengan filsafat Pancasila sebagai Dasar Negara RI.
Kajian tentang filsafat hukum merupakan studi yang sifatnya mendasar dan komprehensif dalam ilmu hukum. Hal ini karena filsafat hukum merupakan landasan bagi hukum positif yang berlaku di suatu negara, demikian halnya dalam pengaturan HAM. Landasan filsafat negara sangat menentukan bagaimana pola pengaturan HAM di negara yang bersangkutan, apakah negara itu berpaham liberalis, sosialis maupun Pancasialis. Pancasila sebagai philosophische gronslag bangsa Indonesia merupakan dasar dari filsafat hukum Pancasila yang selanjutnya menjadi dasar dari hukum dan praktek hukum di Indonesia. perenungan dan perumusan nilai-nilai filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman, antara kebendaan dengan keakhlakan, dan antara kelanggengan dengan konservatisme dengan pembaharuan (purnadi purbacaraka&soerjono soekanto 1979:11).
Pada dasarnya kita dapat merumuskan beberapa hal dari pembahasan-pembahasan yang telah didefinisikan oleh para pakar yaitu :
a. Filsafat adalah ‘ilmu istimewa’ yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
b. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat sarwa yang ada, , yaitu:
1. hakikat Tuhan,
2.hakikat alam semesta, dan
3. hakikat manusia,
Dapat judga dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum. Kajian tentang filsafat hukum merupakan studi yang sifatnya mendasar dan komprehensif dalam ilmu hukum. Hal ini karena filsafat hukum merupakan landasan bagi hukum positif yang berlaku di suatu negara, demikian halnya dalam pengaturan HAM.
Dapat kita tinjau bahwasannya yang menjadi perbedaan besar dari filsafat hukum Pancasila adalah bahwa filsafat hukum barat memiliki karakteristik kepastian hukum melalui keunggulan proses litigasi untuk mencapai keadilan. Sekalipun diakui telah ada perubahan ke arah nonlitigasi, dapat dikatakan instrumen hukum itu merupakan alternatif saja, bukan merupakan sarana hokum utama untuk penyelesaian sengketa dalam mencapai tujuan, bukan hanya mempertahankan ketertiban, melainkan menciptakan perdamaian dalam kehidupan masyarakat. Keberhasilan peranan hukum dalam mencapai kepastian hukum dan keadilan dalam lingkup filsafat hukum barat adalah ada pihak yang memenangkan kontes di muka pengadilan di satu sisi, dan di sisi lain ada pihak yang kalah dan terkena imbas serta penderitaan. Dampak negatif dari karakter berlitigasi model barat adalah semakin sulit dan terbebaninya kaum miskin untuk turut berkontes di muka pengadilan sekalipun telah tersedia bantuan hukum (legal aid) baginya.
Tak lepas dari fungsi filsafat itu sendiri yaitu mnumbuhkan kekreatifan, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan ‘nation’, ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan, tanpa mengindahkan norma/nilai-nilai yng berlaku dan melekat dimasyarakat itu sendiri.

Unsur-unsur hukum

Apabila kita perhatikan definisi-definisi hukum atau rumusan dari para sarjana hukum tersebut, pada dasarnya kita dapat menemukan adanya unsur-unsur hukum, ciri-ciri hukum, dan sifat hukum.


Unsur-unsur hukum yang dimaksudkan adalah bahwa peraturan-peraturan hukum itu meliputi:
1). Peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup bermasyarakat;
2). Peraturan yang ditetapkan oleh badan-badan resmi negara;
3). Peraturan yang bersifat memaksa;
4). Peraturan yang memiliki sanksi yang tegas.

Dalam rumusan mengenai hukum, kita menemukan ciri-ciri hukum seperti berikut:
1). Adanya perintah dan/atau larangan. Artinya, peraturan hukum itu mungkin berupa perintah dan mungkin pula berupa larangan, atau mungkin pula kedua-duanya;
2). Adanya keharusan untuk menaati peraturan hukum. Kewajiban ini berlaku bagi siapa saja 


http://rachmadrevanz.com/2011/unsur-unsur-hukum-ciri-ciri-hukum-dan-sifat-hukum.html

Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum

Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum

1. Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.

2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.

3. Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).

4. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.

5. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.

6. Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.

7. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.

8. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.

9. Van Apeldoorn, hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.

10. S.M. Amir, S.H.: hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi.

11. E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.

12. M.H. Tirtaamidjata, S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.

13. J.T.C. Sumorangkir, S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H. bahwa hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.

14. Soerojo Wignjodipoero, S.H. hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

15. Dr. Soejono Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1) hukum dalam arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), (2) hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3) hukum dalam arti sikap tindak, (4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum dalam arti jalinan nilai (tujuan hukum), (6) hukum dalam arti tata hukum, (7) hukum dalam arti ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin hukum.

16. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., dan Purnadi Purbacaraka, S.H. menyebutkan arti yang diberikan masyarakat pada hukum sebagai berikut:

a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.

b. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.

c. Hukum sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan.

d. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu.

e. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum.

f. Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut keputusan penguasa.

g. Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik antara unsur-unsur pokok sistem kenegaraan.

h. Hukum sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

i. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan-jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang siagap baik dan buruk.

17. Otje Salman, S.H.: dilihat dari kenyataan sehari-hari di lingkungan masyarakat mengartikan atau memberi arti pada hukum terlepas dar apakah itu benar atau keliru, sebagai berikut:

a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, diberikan oleh kalangan ilmuan.

b. Hukum sebagai disiplin, diberikan oleh filosof, teoritis dan politisi (politik hukum).

c. Hukum sebagai kaidah, diberikan oleh filosof, orang yang bijaksana.

d. Hukum sebagai Lembaga Sosial, diberika oleh filosof, ahli Sosiaologi Hukum.

e. Hukum sebagai tata hukum, diberikan oleh DPR. Dan eksekutif (di Indonesia).

f. Hukum sebagai petugas, diberikan oleh tukang beca, pedagang kaki lima.

g. Hukum sebagai keputusan penguasa, diberikan oleh atasan dan bawahan dalam suatu Instansi atau lembaga negara.

h. Hukum sebagai proses pemerintah, diberika oleh anggota dan pimpinan eksekutif.

i. Hukum sebagai sarana sistem pengandalian sosial, diberikan oleh para pembentuk dan pelaksana hukum.

j. Hukum sebagai sikap tindak atau perikelakuan ajeg, diberikan oleh anggota dan pemuka masyarakat.

k. Hukum sebagai nilai-nilai diberikan oleh filosof, teorotis (ahli yurisprudence).

l. Hukum sebagai seni, diberikan oleh mereka yang peka terhadap lingkungannya; ahli karikatur.

Kamis, 27 Oktober 2016

POKOK BAHASAN PERBANDINGAN HUKUM PIDANA


 


POKOK BAHASAN PERBANDINGAN HUKUM PIDANA MENURUT / OLEH MAYA SHAFIRA, S.H, M.H

1. PENGERTIAN, TUJUAN DAN MANFAAT, SERTA SEJARAH PERBANDINGAN HUKUM PIDANA.
  A. ISTILAH PERBANDINGAN HUKUM PIDANA.
  B. PENGERTIAN PERBANDINGAN HUKUM PIDANA.
  C. TUJUAN DAN MENFAAT PERBANDINGAN HUKUM PIDANA (PHP)

2. METODE PERBANDINGAN HUKUM PIDANA PHP
   A. PERBANDINGAN HUKUM SEBAGAI SUATU METODE PENELITIAN DAN KEILMUAN.
   B. METODE PERBANDINGAN HUKUM.

3. SISTEM-SISTEM HUKUM YANG ADA DI DUNIA.
   A. SISTEM COMMON LAW.
   B. SISTEM CIVIL LAW.
   C. SISTEM SOSIALIS LAW.

4. KELUARGA-KELUARGA HUKUM (LEGAL FAMILIES).
   A. THE ROMANO-GERMANIC FAMILY.
   B. THE COMMON LAW FAMILY.
   C. THE FAMILY OF COSIALIST LAW.

5. SISTEM HUKUM PIDANA INDONESIA
   A. AZAS-AZAS YANG TERKANDUNG DALAM HUKUM PIDANA MATERIL 
   B. AZAS-AZAS YANG TERKANDUNG DALAM HUKUM PIDANA FORMIL 
   C. BUDAYA HUKUM MASYARAKAT   

6. PERBANDINGAN SISTEM HUKUM PIDANA DENGAN INGGRIS, BELANDA, DAN       JEPANG.
   A. PERBANDINGAN SISTEM HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN INGGRIS.
   B. PERBANDINGAN SISTEM HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN BELANDA.
   C. PERBANDINGAN SISTEM HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN JEPANG.

7. BEBERAPA AJARAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA.
   A. PERBUATAN HUKUM PIDANA.
   B. AZAS LIGALITAS.
   C. KESALAHAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA.
   D. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA.
   E. PERCOBAAN DAN RECIDIVE.
   F. PIDANA DAN PEMIDANAAN.

8. BEBERAPA MASALAH HUKUM PIDANA DITINJAU DARI BERBAGAI KUHP ASING
   A. MASALAH AZAS LIGALITAS.
   B. MASALAH KESALAHAN (SCHULD).
   C. MASALAH PERCOBAAN (POGING).
   D. MASALAH RECIDIVE.
   E. MASALAH PIDANA DAN MENPIDANAAN.

9. PERBANDINGAN KUHP INDONESIA YANG SEDANG BERLAKU DENGAN SONSEP RANCANGAN YANG BARU.
   A. PERSAMAAN ANTARA KEDUA KUHP TERSEBUT.
   B. PERBEDAAN ANTARA KEDUA KUHP TERSEBUT.

10. PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN BEBERAPA NEGARA.
   A. PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN BELANDA.
   B. PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN REPUBLIK KOREA.
   C. PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN REPUBLIK RUSIA.
   D. PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN MALASYSIA.
   E. PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN REPUBLIK RRC.
   F. PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN REPUBLIK JEPANG.

11.  TINJAUAN SINGKAT KETENTUAN-KETENTUAN KHUSUS UNTUK ANAK DALAM KUHP BELANDA.

12. SEKILAS TENTANG DELIK KESUSIAAN DI BERBAGAI KUHP ASING.

13. BEBERAPA CATATAN TENTANG PERADILAN PIDANA TERPADU DI BERBAGAI NEGARA.


 I. PENDAHULUAN

A. PERKEMBANGAN :

Abad Ke 19 (Sembilan Belas) Merupakan Cabang Ilmu Khusus dari Ilmu Hukum (Adolf Schitzer)

Abad Ke 20 (Dua Puluh) Berkembang Pesat (Bagian Ilmu Hukum dan Pendidikan)

Perbandingan Hukum Pidana (PHP) Tidak Mempuyai Obyek sendiri Tetapi Mempelajari Hubungan Sosial yang telah menjadi Obyek Studi dari Cabang Ilmu yang ada (Hukum Pidana, Hukum Perdata dll)

Perkembangan Terjadi

Eropa : Jerman, Prancis, Inggris dan Amerika

Minat studi perbandingan secara individu

Montesquieu (Prancis)

Manfield (Inggris)

Van Feuerbach, Thibaut dan Gans (Jerman)


Minat Studi Perbandingan Secara Kelembagaan :

Tahun 18325 : Institute Perbandingan Hukum di College de frence

Tahun 1846 : Institute Perbandingan Hukum di University of Paris

Khusus Perbandingan Hukum Pidana yang pertama muncul di Jerman terdiri dari 15 Jilid dengan judul : Vergleichende Darstellung des deutschen und des auslandischen strafrechts

Dua tahun kemudian :

Wolfgang Mittermaier, Hegler dan Kohlrauch :
Menyusun KUHP Umum Jerman (Enwurf eines Algemeis Deutschen Strafgestzbuchs 1927)
Di Jerman Pusat Perbandingan Hukum Pidana di Universitas di Freiburg
 

B. PERISTILAHAN :

Inggris    : Comparative Law
Perancis  : Droit Compare
Jerman    : Rechtvergleichung (Vergleichende Rechtslehre)
Belanda  : Rechtsvergelijking


PERBEDAAN

COMPARATIVE LAW : Mempelajari berbagai sistem hukum asing dengan maksud untuk membandingkannya

FOREIGN LAW : Mempelajari hukum asing dengan maksud semata-mata mengetahui sistem hukum asing itu sendiri dengan tidak secara nyata bermaksud membandingkanya dengan sistem hukum lain.


Menurut R.H.S. Tur
Ilmu hukum Umum (general jurisdence) dan perbandingan hukum (Comarative Law) merupakan dua sisi yang berbeda dari matauang yang sama. (a different sides of the sama coin) Ilmu hukum umum tanpa perbandingan adalah kosong dan formal (empty and formal), Sebaliknya perbandingan hukum tanpa ilmu hukum umum adalah buta dan tidak dapat membeda-bedakan (bland and discriminating).

C. PERBANDINGAN HUKUM SEBAGAI SUATU METODE :

RUDOLF D. SCHLESSNGER (BUKU COMPARATIVE LAW TAHUN 1959)
 Comparative Law    :